Ilmuwan Indonesia Di Luar Negeri

Written By Dimas Dzikrul amin on Kamis, 19 Januari 2012 | 06.16

Ilmuwan Indonesia Di Luar Negeri

Prakata
Tulisan ini sebenarnya sudah lama saya buat namun baru bisa saya selesaikan saat ini. Jadi, mohon maklum para pembaca budiman.
Pada hari Jumat malam, 4/12/09, acara Kick Andy di Metro TV mengangkat topik tentang ilmuwan Indonesia yang berprestasi di luar negeri. Ada yang bekerja di perusahaan multi nasional berkedudukan di luar negeri, lembaga riset negara asing, dan bahkan menjadi dekan di sebuah universitas Jepang. Dalam acara bincang yang dilakukan, Bung Andy selain menanyakan rahasia dibalik keberhasilan putar bangsa ini, dia juga menyelipkan pertanyaan tentang alasan dibalik enggannya para putra terbaik bangsa untuk kembali dan membaktikan kemampuan mereka pada kemajuan negara Indonesia di masa depan. Seperti yang dapat diduga, para ilmuwan Indonesia yang cerdas ini memilih untuk bekerja dan meniti karir di luar negeri atas dasar penghargaan prestasi, kelengkapan fasilitas kerja, dan peluang peningkatan diri.
Ilmuwan Indonesia lebih memilih karir di luar negeri karena mereka merasa prestasi kerja mereka lebih dihargai orang asing. Di luar negeri, setiap penemuan yang dihasilkan oleh ilmuwan Indonesia mendapatkan penghargan baik karena orang luar negeri tahu bahwa penemuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat penemuan yang lain atau diproduksi secara massal guna meraih keuntungan. Oleh karena itu, mereka tidak pernah merasa repot untuk membantu ilmuwan Indonesia dalam mengurus hak paten. Tidak berhenti sampai di situ, dunia industri luar negeri memanfaatkan penemuan ilmuwan tersebut untuk diproduksi secara massal. Hasil produksi tentunya juga dibagi pula bagi si penemu. Padahal, ilmuwan Indonesia ini hanya sekedar bekerja untuk lembaga luar negeri dan mereka semua bahkan masih tetap mempertahankan kewarga negaraan Indonesia. Di Indonesia, prestasi kerja ilmuwan dalam negeri masih kurang mendapat perhatian, mereka sulit mengurus hak paten. Jika mereka membuat prestasi, penghargaan yang diterima hanyalah sekedar ucapan selamat dan sertifikat, tanpa ada kelanjutan dari penemuan yang sudah dibuat. Kalaupun ada penghargaan dalam duit, jumlahnyapun tidak seberapa. Penemuannya sendiri sering kali teronggok dalam tumpukan dokumen tanpa pernah diwujudkan dalam bentuk produksi massal. Padahal, ilmuwan membuat sebuah penemuan dengan tujuan untuk dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari manusia, bukan sekedar memuaskan rasa gairah kerja mereka saja. 
Selain mendapatkan hak paten, prestasi kerja ilmuwan Indonesia diganjar pula dengan pemberian fasilitas penelitian yang lengkap. Kebanyakan orang Indonesia masih mengira bila ilmuwan Indonesia lebih memilih karir di luar negeri karena faktor gaji yang besar. Ini adalah premis yang keliru. Ilmuwan setia pada ilmu, bukan pada uang. Dan ini selalu benar sepanjang masa. Jadi, bukanlah gaji bulanan gemuk yang membuat seorang Professor Indonesia mau menjadi dekan sebuah universitas Jepang. Dia betah bekerja di Jepang karena dia merasa nyaman dengan dukungan fasilitas bekerja yang ada di kampus tempatnya bekerja. Segala hal yang ia butuhkan sudah tersedia. Jika ada peralatan yang belum ada, pihak universias akan memberikannya dengan segala cara. Di Indonesia . . . Jujur saja, universitas mana yang sudah memiliki fasilitas laboratrium lengkap untuk penelitian Biologi, Geologi, Fisika, Matematika, dsb. Selain alat bantu penelitian, dana penelitian dari institusi luar negeri tempat mereka bekerja selalu terjamin. Bila proposal penelitian yang diajukan menarik, universitas atau institusi luar negeri tidak ragu-ragu untuk memberikan dana. Selain itu, di luar negeri tidak dikenal budaya senioritas. Siapapun yang mengajukan proposal penelitian bagus, akan mendapat kucuran dana. Sementara di Indonesia, iklim senioritas masih kuat sehingga seringkali peneliti muda terpaksa harus menunggu dana lebih lama karena proposal peneliti senior lebih diutamakan, biarpun proposal itu sifatnya kacangan. Jadi, jangan heran kalau pemuda cerdas Indonesia lebih memilih bekerja di luar negeri daripada di luar negeri. Biarpun mereka diiming-imingi gaji besar dan jabatan tinggi di sebuah universitas  di Indonesia, orang-orang ini akan tetap memilih bekerja di luar negeri. Mengapa? Gaji boleh kecil tetapi fasilitas penelitian yang lengkap akan selalu membuat mereka kerasan. Ini terjadi akibat motivasi mereka yang besar mengarah pada ilmu pengetahuan. Fasilitas kerja lengkap akan membuat seorang ilmuwan lebih produktif dalam bekerja dan berimbas pada kepuasan batin yang sama besarnya. Bagi mereka, tidak ada gunanya punya gaji di atas 5 juta rupiah dan jabatan Dekan di sebuah universitas Indonesia apabila dia tidak dapat menunaikan tugas dan panggilannya sebagai peneliti dengan baik. Bukan pula ilmuwan sejati namanya jika ia lebih setia pada uang daripada kepada ilmu.
Ilmuwan Indonesia berprestasi betah bekerja di luar negeri karena prospek karir dan pengembangan diri yang lebih baik. Jika ia seorang peneliti yang berpontensi besar, universitas luar negeri tidak akan segan-segan untuk mempekerjakannya. Selain bekerja, si peneliti muda ini juga mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya ke strata yang lebih tinggi, Doktoral atau Ph.D. Bahkan, bila ia benar-benar cemerlang, ia akan mendapat dukungan untuk meraih gelar Profesor, tidak peduli apakah ia masih muda sekalipun. Selain karir yang menjanjikan, bekerja di luar negeri memberikan harapan bagi ilmuwan Indonesia untuk memperluas wawasan dengan bekerja sama ilmuwan luar negeri lainnya: mereka bisa terlibat dalam proyek penelitian antar negara, dikirim untuk mengikuti seminar di luar negeri, didukung dalam proyek penelitiannya. Seperti yang disebutkan di atas, ilmuwan itu sesungguhnya setia pada ilmu, bukan duit. Dalam pandangan mereka, bekerja di Indonesia tidaklah memberikan prospek yang menjanjikan dalam hal pengembangan diri jadi mereka sama sekali tidak keberatan untuk melewatkan jabatan bergengsi dan gaji besar di instansi dalam negeri. Dan seperti yang terekam dalam acara Kick Andy, buat apa punya jabatan dan gaji besar bila di Indonesia kerjanya cuma duduk dan mengerjakan tugas administratif. Lebih payah lagi bila dia hanya terlibat dalam kegiatan seremonial dan tidak mendayagunakan kelebihan intelektualnya. Bagi mereka, kesempatan bekerja di luar negeri adalah peluang terbesar dalam hidup daripada meneruskan karir di Indonesia.
Orang-orang cerdas di Indonesia sebenarnya banyak, sayangnya tidak semua dari mereka tinggal dan bekerja di Indonesia. Banyak tuduhan miring yang mengatakan bilamana ilmuwan cerdas dan berprestasi memilih kerja di luar negeri karena gaji dan bonus yang lebih besar. Dengan kata lain, mereka lebih memilih materi daripada mengikuti panggilan nasionalisme untuk membangun negara. Sekali lagi, ilmuwan Indonesia ini tidak kalah nasionalisme-nya dengan para tentara TNI hanya saja nasionalisme saja tidak cukup bagi mereka untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran guna memajukan negara ini. Sekali lagi, bukan uang yang mereka cari namun kesempatan/peluang guna mengembangkan diri mereka serta menggunakan kecedasan mereka untuk mewujudkan suatu penemuan yang berguna dalam kehidupan manusia. Pertanyaan besarnya, dapatkah lembaga pendidikan di Indonesia memenuhi tuntutan tersebut? Quid pro quo, jika pemerintah ingin agar ilmuwan-ilmuwan ini berbakti bagi Indonesia, maka pemerintah juga harus berbakti memenuhi keinginan para ilmuwan ini. Sudah siapkah? 


Tulisan yang diposting ini merupakan CP  dari todosibuea.posterous.com, mengapa harus saya posting karena begitu penting bagi kita semua sebagai penerus kemajuan bangsa kita Indonesia Raya.


0 komentar:

Posting Komentar