Follow Now......!

free counters

Welcome Guys

Written By Dimas Dzikrul amin on Sabtu, 25 Februari 2012 | 21.59


Awan Mulai Berjatuhan

Awan Mulai Berjatuhan

 
zona-penelitian Percaya atau tidak, awan yang menaungi manusia dari panas matahari, mulai "berjatuhan". Jatuh di sini dalam definisi jaraknya tidak lagi jauh dari permukaan Bumi. 

Para peneliti menemukan bahwa dalam waktu sepuluh tahun terakhir, jarak awan dan permukaan Bumi sudah mulai menipis. Peneliti dari University of Auckland di Selandia Baru menganalisa tinggi awan di udara sejak tahun 2000 hingga 2010. Untuk bisa mengambil kesimpulan penurunan jarak ini mereka menggunakan multi-angle imaging spectroradiometer(MISR). Instrumen ini biasa digunakan untuk pesawat luar angkasa milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Terra.

Hasil penelitian itu menemukan bahwa tinggi awan dari permukaan Bumi menurun sebanyak satu persen, sekitar 30,48-39,62 meter, dalam satu dekade ini. Namun, masyarakat tidak perlu khawatir akan dampak negatif dari penurunan tinggi awan ini. Sebab, menurut penelitian yang sama, penurunan tinggi awan akan memberi rasa sejuk yang lebih efisien.

Awan yang lebih rendah juga mengurangi panas permukaan planet dan memperlambat efek dari pemanasan global. Meski demikian, para peneliti yang dipimpin oleh Roger Davies, belum bisa memastikan berapa penurunan maksimal yang dianggap aman. Ia hanya memastikan jika fenomena ini butuh pengamatan jangka panjang untuk kepentingan suhu global.

"Jika awan kembali meninggi dalam sepuluh tahun terakhir, kita bisa menyimpulkan jika mereka tidaklah memperlambat perubahan iklim," ujar Davies seperti dilansir The International Business Times, Jumat (24/2).

"Tapi jika memang mereka tetap menurun, maka akan jadi hal yang amat penting. Kami tidak mengetahui secara persis apa penyebab tinggi awan menurun," tambahnya.

Awan dianggap sebagai salah satu elemen yang tidak pasti dalam memprediksi suhu masa depan. Penelitian jatuhnya tinggi awan ini menjadi pengukuran akurat pertama yang dilakukan manusia terhadap awan dalam basis global. (Sumber:  The International Business Times).
21.59 | 0 komentar | Read More

Dikembangkan, Alat Pengusir Wereng Ramah Lingkungan


Dikembangkan, Alat Pengusir Wereng Ramah Lingkungan

zona-penelitian Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY) Eza Ria Friatna dan Milatul Cholifah berhasil mengembangkan alat pemberantas hama wereng cokelat (Nilaparvata lugens) ramah lingkungan. Alat yang diberi nama Lugens Electronic Frequency (LEF) ini dinilai aman karena tidak merusak struktur fisiologi tumbuhan dan tidak menyebabkan meningkatkan populasi hama.

Eza menjelaskan, ide pengembangan alat ini bermula dari hama wereng yang sering mengakibatkan tanaman padi gagal panen. Biasanya, tanaman padi muda yang terserang akan menguning dan mati, sedangkan tanaman padi yang tua bulir padinya akan kosong.

"Selama ini, untuk mencegah hama wereng masih menggunakan insektisida. Padahal, ini membahayakan bagi tubuh manusia bila mereka mengonsumsi nasi dari padi yang terkena semprotan insektisida," katanya di UNY, Kamis (23/2). LEF, ia melanjutkan, tidak membunuh serangga pemangsa dari serangga perusak sehingga tidak mengganggu rantai makanan.

Kerja alat ini sangatlah sederhana. Alat ini akan mengeluarkan frekuensi yang sangat ditakuti serangga, yakni berkisar 15-30 KHz. "Insekta merupakan hewan yang peka terhadap energi vibrasi yang berada di dalam daerah frekuensi yang cukup tinggi," kata Eza. 




adapted all from national geographic
21.57 | 0 komentar | Read More

Written By Dimas Dzikrul amin on Minggu, 19 Februari 2012 | 01.05

Cinta itu ilmiah, kata ilmuwan


Cinta itu ilmiah, kata ilmuwan


zona-penelitian Peneliti dari Syracuse University, Profesor Stephanie Ortigue, menemukan ada 12 area pada otak yang bekerja pada saat seseorang jatuh cinta. Kedua belas area itu menghasilkan bahan kimia, seperti dopamine, oxytocin, adrenalin, dan vasopression, yang berujung pada euforia. Rasa cinta juga memengaruhi fungsi psikologi, metafora, dan penilaian fisik.

Jadi, cinta itu berasal dari hati atau otak? "Pertanyaan yang selalu sulit dijawab. Saya berpendapat asalnya dari otak," kata Ortigue. "Contohnya, suatu proses di otak kita bisa menstimulasi hati. Beberapa perasaan dalam hati kita sebetulnya merupakan gejala atas proses yang terjadi di otak."

Penelitian lain mendapati peningkatan jumlah darah dalam faktor penumbuh untuk syaraf yang memegang peranan penting dalam cara orang bersosialisasi. Hal ini menghadirkan fenomena yang disebut dengan "cinta pada pandangan pertama". Hal ini dikonfirmasi oleh temuan Ortigue yang menyebutkan kalau cinta bisa hadir dalam waktu seperlima detik.

Ortigue menjelaskan dengan memahami cara orang jatuh cinta dan putus cinta, para peneliti bisa mengembangkan terapi baru. "Kita bisa mengerti penyakit putus cinta," kata Ortigue.

Studi Ortigue juga mendapati ada bagian otak yang berbeda untuk tipe cinta yang berbeda. Cinta tanpa syarat, contohnya cinta seorang ibu pada anaknya, dipicu oleh aktivitas otak di bagian umum dan pada tempat yang berbeda-beda, termasuk otak tengah. Cinta yang bergairah antara kekasih melibatkan area kognitif, bagian yang mengharapkan imbalan, dan penilaian fisik.

adapted from  : http://nationalgeographic.co.id/beranda
01.05 | 0 komentar | Read More

Nanotechnology Engineering

zona-penelitian Imagine working on a structure 100,000 times smaller in diameter than a human hair! This is the rapidly expanding world of nanotechnology engineering, a field where a human hair is incomprehensibly large and an ant is a behemoth at 500,000 nm; a field where a nano is a billionth of a meter–a meter being approximately 39 inches long–and it takes more than 25 million nanos to comprise an inch.
The burgeoning field of nanotechnology engineering encompasses all fields of science: biology, physics, chemistry, health and medicine, among others. Subdivisions of nanotechnology engineering include instrument development, materials engineering and bio-systems. Nanotechnologies involve constructing equipment and tools that work at the molecular level; this requires researching both the technologies with which to do this and improvements that can be made to existing methods.
The applications from the field of nanotechnology engineering encompass daily life at every level, from food development to transportation technology to medicine; all benefit from the ability to change or enhance at the molecular level. Nanotechnology is currently being used to deliver anti-cancer drugs to specific areas of cancer as well as to inhibit the growth of metastatic breast cancer; additionally, carbon nanotubes are being used to kill cancer cells in minutes with virtually no side effects.
Scientists envision a day when cancer will be treated at the genetic level by using nanotechnology to develop a treatment regimen based on an individual’s genetic code. Nanotechnology will also enable physicians to isolate substances in the body that have been identified as precursors to cancer, so that eventually the disease will become eradicated.
The career field of nanotechnology engineering is filled with possibilities limited only by the imagination of mankind. For those individuals who are passionate about making a difference, this fascinating new career field offers unlimited potential, both for humanitarian endeavors and for professional achievements.
00.58 | 0 komentar | Read More

Nanotechnology

zona-penelitian Nanotechnology, or nanotech, is the study and design of machines on the molecular and atomic level. To be considered nanotechnology, these structures must be anywhere from 1 to 100 nanometers in size. A nanometer is equivalent to one-billionth of a regular meter, which means that these structures are extremely small.
Nanotechnology
Researcher K. Eric Drexler was the first person to popularize this technology in the early 1980’s. Drexler was interested in building fully functioning robots, computers, and motors that were smaller than a cell. He spent much of the 80’s defending his ideas against critics that thought this technology would never be possible.
Today, the word nanotechnology means something a bit different. Instead of building microscopic motors and computers, researchers are interested in building superior machines atom by atom. Nanotech means that each atom of a machine is a functioning structure on its own, but when combined with other structures, these atoms work together to fulfill a larger purpose.
The U.S. National Nanotechnology Initiative has large plans for nanotech. Mihail Roco, who is involved in this organization, explains the group’s future plans by dividing their goals into four generations.
The first generation of nanotech is defined by passive structures that are created to carry out one specific task. Researchers are currently in this generation of the technology. The second generation will be defined by structures that can multitask. Researchers are currently entering this generation and hoping to further their abilities in the near future. The third generation will introduce systems composed of thousands of nanostructurers. The last generation will be defined by nanosystems designed on the molecular level. These systems will work like living human or animal cells.
As nanotech continues to develop, consumers will see it being used for several different purposes. This technology may be used in energy production, medicine, and electronics, as well as other commercial uses. Many believe that this technology will also be used militarily. Nanotechnology will make it possible to build more advanced weapons and surveillance devices. While these uses are not yet possible, many researchers believe that it is only a matter of time.

adapted from http://nanotechnology.com/
00.57 | 1 komentar | Read More

3 Pelajar Wakili Indonesia Dalam Ajang NCSC ke 19 di India

Written By Dimas Dzikrul amin on Kamis, 19 Januari 2012 | 07.24

3 Pelajar Wakili Indonesia Dalam Ajang 
NCSC ke 19 di India
    




zonapenelitian 3 Pelajar mewakili Indonesia  dalam ajang NCSC ke 19 di India. Ketiga pelajar tersebut antara lain Tarra Anisa dari SMA Labscool Kebayoran, Fairus Nawfal dari SMAIT Depok, dan Asma Rosyida dari SMAN 28 Jakarta, mereka bertiga didampingi oleh seorang supervisor dari Pusat Peragaan Iptek (PP-IPTEK) Hendra Suryanto.
National Children Science Congress (NCSC) merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah India sejak tahun 1993.  Selain India, kegiatan NCSC  ke 19 kali ini diikuti oleh 8 negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapur, Thailand, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam. Setiap negara anggota ASEAN mengirimkan 3 siswa SMA dan 1 pendamping, selain itu masih ada Banglades yang mengirimkan 6 wakilnya dalam kegiatan ini.
Seluruh Pembiayaan utama keikutsertaan negara-negara ASEAN ditanggung oleh organisasi ASEAN, seperti biaya tiket pesawat, hotel dan biaya hidup selama di India. Dengan demikian, siswa, pendamping, sekolah, orangtua dan pendukung lainnya hanya mempersiapkan biaya-biaya lain yang relatif tidak membebaninya. Pola pembiayaan seperti ini sangat meringankan dan mendorong sekolah, para orang tua dan para pihak lainnya dapat berpartisipasi dengan baik dalam kegiatan ini.
Salah satu tujuan dari dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk membangun budaya meneliti pada generasi muda sebagai bekal untuk pengembangan kemampuan penelitiannya dalam bidang iptek di masa yang akan datang ini. Pada kegiatan ini, para peserta diminta untuk mempresentasikan hasil penelitian yang telah mereka lakukan berdasarkan pengelompokan subtema sesuai dengan kekhususan topik penelitian siswa. Kelompok subtemanya yaitu Know Your Land (Mengetahui Tanah Kita), Function of Land (Fungsi Tanah), Land Quality (Mutu Tanah), Anthropogenic Activity on Land (Aktivitas Manusia Terkait Tanah), Sustainable Use of Land Resources (Penggunaan Sumberdaya Tanah Secara Berkesinambungan), dan Community Knowledge on Land Use (Pengetahuan Masyarakat Tentang Penggunaan Tanah).
Pada siang harinya, hasil penelitian yang telah dipresentasikan para peserta tersebut dipamerkan untuk dapat dapat dilihat peserta lainnya serta pengunjung yang datang. Selain itu masih banyak aktifitas lainnya yang diikuti para peserta selama 5 hari (27-31/12/11) kegiatan berlangsung, seperti Video Converence With Scientist, Face to Face/Meet the Scientist, Film Astronomy , Teropong Bintang, Pertunjukan Seni, Workshop Guru, dll.
Sebelum diberangkatkan, para pelajar wakil Indonesia telah mendapatkan pelatihan tentang ilmu pertanahan, penelitian, penyusunan makalah dan slide dari beberapa nara sumber, yaitu: Arif (Dosen FMIPA UNJ, Ahli Tanah), J.R.E. Kaligis (Staf Ahli PP-IPTEK), Feti Anita (Kasubdiv Program PP-IPTEK) dan Hendra Suryanto (Kepala Divisi Operasi/Pendamping Siswa).(ppiptek)




07.24 | 0 komentar | Read More

Teknologi Robot Indonesia Tak Ketinggalan Dari Asean

Teknologi Robot Indonesia Tak Ketinggalan Dari Asean

Indonesia tidak ketinggalan dalam pengembangan teknologi robot dibanding negara ASEAN lainnya, meskipun jika dibandingkan dengan Jepang atau Korea masih tertinggal jauh.
"Perkembangan robotika di Indonesia akhir-akhir ini lumayan pesat. Tapi agar lebih mampu bersaing di dunia dibutuhkan dukungan pemerintah yang lebih intens tentunya dengan dukungan biaya yang tidak sedikit," kata Pakar Mekatronika/ Robotika dari UI, Dr Abdul Muis M Eng di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, dibandingkan dekade lalu sekitar tahun 2000, sangat jarang dijumpai perguruan tinggi yang memiliki perkuliahan yang khusus tentang robot, namun sejak mulai maraknya lomba robot, kini hampir di setiap perguruan tinggi terkemuka memiliki tim robot.
Ia mengatakan, saat ini Jepang masih terdepan dalam dunia robot, namun pengembangan robot untuk generasi mendatang di dunia, diperkirakan akan dipimpin oleh Korea Selatan.
"Korea telah membuat robot center yang sangat besar sebagai tempat pengenalan dan sosialisasi teknologi robot. Setiap sekolah di sana juga diundang dan dibiayai untuk melakukan tur studi ke robot center. Sementara China juga tak kalah cepat perkembangan teknologi robotnya," katanya.
Sedangkan teknologi robot di Amerika Serikat juga masih terdepan, di mana riset-riset tentang robot dilakukan dengan dana yang tak terbatas dari militer.
Muis yang meraih gelar master dan doktornya di Keio University, Jepang, institusi yang memiliki Ohnishi lab dan dikenal sebagai pioner pengembangan teknologi haptics untuk surgery robot, menyatakan perbedaan signifikan ketika kembali ke Indonesia, di mana ia terpaksa melakukan riset robotnya dengan perangkat yang murah.
"Selama di Keio university, riset yang pernah saya lakukan mengendalikan dua robot mobile manipulator dengan high speed camera, visual tracking, compliant control dan realtime bilateral atau haptics robot," katanya.
Namun di Indonesia, karena robot berbasis embedded system (mikrokontroller) yang dirisetnya menggunakan sarana ala kadarnya, maka, hanya menghasilkan kinerja dan presisi yang juga sekedarnya saja, ujarnya.
Menurut dia, setidaknya butuh biaya puluhan kali lipat untuk bisa mendapatkan kinerja sebaik yang pernah dilakukan di Jepang.
Sebagai contoh, sensor putaran di ohnishi lab menggunakan laser dengan presisi 360 / 80000 derajat. Sedangkan sensor putaran yang paling tinggi bisa digunakan di sini hanya 360 / 1500 derajat, ujarnya.
Memang di pasaran bisa didapat presisi 360 / 2500 derajat, namun perangkat untuk membacanya tidak bisa dibuat dengan komponen yang tersedia di pasaran Indonesia. (D009/A038)

http://www.antaranews.com/berita/1266720978/teknologi-robot-indonesia-tak-ketinggalan-dari-asean
07.12 | 0 komentar | Read More